Memanjat Pinangkah kita

 
Memanjat pinang menjadi sangat populer disaat-saat HUT kemerdekaan seperti ini, entah dimulai sejak kapan sejarahnya, yang pasti tradisi ini sudah mengakar rumput di halaman balai desa seluruh nusantara, begitu pun di desa kami ciajag, setiap HUT-RI setidaknya ada 20 pohon pinang yang sudah berubah menjadi pinang berhadiah.
 
ada rasa tersendiri ketika kami melewati depan balai desa yang berhiaskan pinang berhadiah itu, kadang waktu kecil saya sering tertantang untuk ikut licin-licinan dengan oli yang menempel di pohon pinang, walau kadang sesudahnya badan sakit-sakit dan tentunya ibu saya marah besar karena oli yang menempel di rambut, badan dan baju sulit dibersihkan baunya.
 
memeriahkan HUT-RI memang unik walau kadang ada juga kisah sedihnya, waktu itu akhir tahun 80-an kami masih kelas 4 SD, panitia waktu itu menyediakan perlombaan panjat pinang untuk kelas usia kami, tingginya enggak sampai 10 meter, akhirnya kami dibentuk menjadi tiga group beranggotakan lima orang, lalu kami pun berlomba, tentunya dengan sorak-sorai keluarga kami yang menonton.
 
satu jam lewat sudah satupun dari tiga tim tidak ada yang mampu naik, ini paniatianya curang nih, gerutu teman saya, soalnya olinya kebanyakan banget... akhirnya grup kami mengalah kecapean, tapi masih ada satu grup yang masih mau meneruskan, malangnya ketika grup itu memaksakan untuk meneruskan tiba-tiba di tengah pemanjatan salah satu anggota yg sudah berada di tengah pinang terpleset dan gedubak!!... jatuh tersungkur, ibu-ibu banyak yang histeris teriak dan bapak-bapaknya hening melihat dadang yang terpental jatuh dari pohon pinang.
 
kecuali bapaknya sidadang yang melompat berlari menuju anaknya yang jatuh, dan beritanya adalah dadang patah tangannya, akhirnya dilarikan kepuskesmas terdekat dan panitia HUT-RI memberhentikan lomba dengan menebang pohon pinangnya.
 
sore hari, karena rumah sidadang dekat mesjid, sebelum kemesjid saya dan beberapa rekan menyempatkan diri menjenguk sidadang yang sudah di gip tangannya, tiba-tiba datang salah satu anggota panitia mengantar satu buah teko plastik dan sepasang sendal jepit besar, katanya itu untuk sidadang dari hasil pembagian rata hadiah diatas pinang yang sudah ditebang, dan kemudian dia pun berlalu begitu saja.
 
sebagai sahabat sidadang, melihat gaya dan cara panitia tadi kami semua sangat kecewa, bukan besar dan kecil nilai nominal hadiahnya, tapi kegunaan buat sidadangnya itu apa? sendal jepit besar, teko.. ya itu mungkin untuk ibunya, tapi sang korban sama sekali tidak mendapatkan apa-apa, jangankan asuransi obat ke dokterpun ditanggung korban.
memang menemukan panitia yang cerdas itu sulit, yang mampu melihat keadaan peserta dengan mata asas manfaat, coba kalau waktu itu yang diperebutkan adalah satu set buku pelajaran atau alat tulis atau beasiswa pembebasan uang SPP, sidadang akan sangat terhormat berkorbannya.
 
meriah dan banyaknya hadiah, tanpa ada esensi yang bermanfaat saya rasa bukan nilai dari mengisi hari kemerdekaan, kita tidak pernah merasakan getirnya perjuangan, dan bahkan ada yang belum pernah merasakan sakitnya panjat pinang sekalipun, saya rasa jika suatu hari kita menjadi panitianya pikirkanlah asas manfaat hadiahnya, coba bayangkan seorang anak usia 12 tahun hanya mendapatkan ukiran lambang garuda dari kayu, bukan mengecilkan lambang negara, tapi menurut saya dia akan lebih bahagia jika mendapatkan sebuah robot atau mainan dari pelastik yang cocok untuknya.
 
merdeka !!!..  

0 comments: